Hari itu tanggal 28 maret 2013
kami menyelesaikan kuliah terakhir dalam minggu itu. Bayangan ogal-agil selalu
memberikan kami semangat untuk segara menaiki gunung terbesar di Pulau Jawa
itu. Setelah semua persiapan sudah kami lakukan diantaranya menyewa tenda,
matras, slepping bag, carrier,dan sejenisnya kami pun mengumpulkan semuanya di
kontrakan yuris. Sekitar pukul 22.00 kami kembali berkumpul di kontrakan untuk
melakukan sedikit prepare pendakian
yang bisa dikatakan pendakian terberat kami. 3339mdpl bukanlah sesuatu yang
mudah.
Kami menghabiskan beberap bungkus nasi goreng untuk sekedar mengganjal
perut yang lapar, meneguk you C 1000 adalah salah satu dooping kami untuk
melakukan pendakian. Well, sekitar pukul 01.30 kami berangkat dari Surabaya.
Tim ULO yang berangkat adalah saya(Caesar), robet, yuris, dhores, dan Pak
Teguh. Sementara tim ULIL yang berangkat adalah Dhani, Ayu, Suci, dan Ika. Dan
di tengah perjalanan kami mengalami kendala, ban dari motor pak teguh mengalami
kebocoran. Wahhh bochor bochoorr. Kami pun berhenti untuk menambal ban motor
pak teguh, sementara ban di tambal, kami mencuri waktu untuk tidur sejenak.
Setelah selesai, maka perjalanan pun kami lanjutkan kembali. Sekitar pukul
03.00 kami tiba di pos pendakian Tretes-Pasuruan. Yuris segera mengurus surat
perizinan untuk mendaki. Saya dan robet mampir ke warung kopi untuk menyeruput
secangkir kopi dan menghisap beberapa batang rokok untuk menghangatkan tubuh.
15 menit kemudian semuanya sudah selesai dan pendakian pun segera dilakukan.
Kami melakukan doa terlebih dahulu sebelum memulai tracking. Oke, kami berangkat. . . .
Dalam gelap, senter sangat
berfungsi sebagai penunjuk jalan. Jalan yang kami lalui diawal masih belum terlalu
sulit, karena jalanan masih tersusun rapi oleh batu makadam. Setelah menempuh
perjalanan beberapa menit, kami pun tiba di pos 1 Pet Bocor. Kami beranggapan
perjalanan nanti tidak terlalu sulit karena perjalanan ke Pet Bocor hanya
sebentar. Kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di situ dan mengambil
air wudhlu untuk melakukan ibadah shalat shubuh. Lama sekali kami disitu hingga
terlelap dalam tidur (karena semalaman kami tidak tidur). Setelah waktu
istirahat dirasa cukup, kami pun segera bergegas melanjutkan perjalanan untuk
ke pos 2 Kokopan. Lama sekali perjalanan itu tidak sama yang seperti kami
bayangkan sebelumnya, ditengah perjalanan kami memutuskan untuk memakan bekal
yang kami bawa sebelumnya. Kentang yang dingin itu menjadi sangat nikmat sekali
ketika kami nikmati bersama-sama dengan kawan-kawan seperjuangan ditengah
gunung. Pada saat seperti inilah kami rindu dengan teman kami tara yang selalu
membawa makanan dan minuman lebih dimanapun (bahkan ketika naik gunung
sekalipun), dia memang indomaret berjalan. Tetapi kami tidak mau menanggung
risiko besar dengan membawanya kemari, kami lebih baik makan seadanya daripada
dipaksa untuk menggendong dia saat benar-benar payah. Hahaha…..
15 menit kami berhenti disini,
dan setelah dirasa cukup untuk mengisi sedikit tenaga kami segera bergegas
memulai perjalanan. Baru kali ini saya tidak merasakan nyeri pada lutut dan
kaki saya saat naik, mungkin efek dari “Jalur Setan” Penanggungan yang kami
daki bertiga dahulu. Well, kelihatannya dhores sangat kerepotan dengan bom atom
yang dia bawa (nanti kalian akan tau jawabannya). Akhirnya saya
berinisiatif untuk membawanya dan
menukar kentang yang saya bawa. Sedikit demi sedikit kami berjalan menyusuri
jalan makadam, perlahan namun pasti kami melakukannya. Pada pendakian kali ini
kami tidak banyak beristirahat. Entah kenapa, mungkin karena teman-teman sudah
terbiasa dengan jalan menanjak.
Ditengah perjalanan kami
kembali bertemu dengan pendaki dari ITS
yang dahulu menyelamatkan nyawa kami dari dehidrasi di puncak penanggunan part
2 setelah kami barter dengan seplastik kentang. Kami saling bertegur sapa dan
salam senyum, ternyata mereka masih menunggu teman-teman mereka yang kembali
turun untuk mencari tas yang hilang. Kami
melanjutkan perjalanan menuju kokopan,masih dengan tema “bom atom”
sejengkal demi sejengkal perjalanan kami terus naik. Okelah, ini waktunya untuk
beristirahat kawan. Kami memutuskan untuk beristirahat. Sembari duduk kami
mencoba untuk membuka handphone masing-masing dan mencari sinyal. Damned, bodoh
sekali. Ini bukan Surabaya kang. Akhirnya
kami memasukkan handphone kami kembali. Kami melanjutkan perjalanan
kembali menuju kokopan yang katanya elok sekali
pemandangannya. Kokopan sering dijadikan sebagai tempat bermalam bagi
para pendaki, atau justru hanya sebagai tempat destinasi saja sehingga para
pendaki tidak sampai menuju puncak arjuno-welirang tetapi hanya bersinggah
disini dan menikmati indahnya pemandangan sunrise. Disini layaknya sudah di
puncak. Tapi bagi kami tempat ini masih butuh beberapa jam lagi, kami tidak
ingin tergiur dengan kisah kokopan yang elok ini. Kami masih terus berjalan dan
berjalan untuk sampai di tempat ini. Kami sampai di pelataran yang lumayan luas.
Yesss kokopannn. . .tapi bukan ternyata. Oh my god,,, “kita berhenti disini
dulu”. Seru salah seorang dari kami. Dan inilah yang saya maksud dengan bom
atom….
Kalian tentu melihat benda apa
yang ada tepat di atas kepala saya, tidak sewajarnya carrier 90 liter di isi
dengan benda seperti itu. Slepping bag dan selimut pak teguh membuat pundak
saya menjadi mati rasa. Hampir 5kg beratnya, dari gunung lawu, penanggungan
part 1 dan part 2, dan yang terakhir arjuno benda itu selalu menjadi teman
setianya. Yang lebih parah adalah, selalu ada korban yang harus membawakannya.
Okelah, demi semangkuk bakso saya terpaksa melakukannya. Ini bukan
mendramatisir, tapi kalau kalian menjadi saksi pasti kalian memahami keadaan
kami yang tertekan. L
Hahaha…..itu bukan permasalahan
yang terlalu besar. Setelah kami cukup lama disini dan mengambil beberapa foto,
kami pun segera melanjutkan perjalanan untuk menncapai kokopan. Ditengah
perjalanan kami berjumpa dengan yang katanya hartop sedanga naik ke atas untuk
membawa barang-barang dari pendaki yang tidak ingin terlalu repot dengan barang
bawaan. Mereka bukan pendaki, kataku dalam hati.. perlahan-lahan kami mendengar
banyak orang yang tertawa dan bercanda. Kokopan sudah semakin dekat, saya pun
berinisiatif untuk berangkat terlebih dahulu untuk memboking tempat yang nyaman
untuk kami nanti nestingan. Saya tiba
pertama di kokopan, kelihatan biasa saja ternyata. Tetapi ketika kabut mulai
terbuka ternyata banyak pendaki disitu, terdapat juga sumber mata air yang
mengalir didalamnya. Pemandangan dibawah sana juga terlihat jelas, tidak heran
jika tempat ini dijadikan sebagai destinasi. Teman-teman pun segera mnyusul
saya tiba di kokopan, kami pun segera mengeluarkan peralatan masak dan segera
memasak perbekalan yang kami bawa. Menu untuk kali ini adalah mie dan nugget. Akhirnya kami pun
berbaur dalam kebersamaan persahabatan. Inilah momen-momen kebahagiaan kami….
Cukup lama kami beristirahat
disini. Penyakit yuris muncul kembali, kalian pasti tau itu. Kami pun segera
membawakan tisu basah untuknya. Setelah semua kami bersihkan akhirnya kami
prepare untuk segera berangkat menuju pos berikutnya yaitu pos 3 pondokan.
Perjalanan dari pos ini akan menyita waktu sangat lama sekali. Melihat peta
hampir 4 jam perjalanan, harus butuh perjuangan yang ekstra keras lagi. Dalam
jalur ini rasa lelah selalu menghinggapi, nyeri di lutut mulai terasa. Tetapi
ketika kalian menengok ke belakang, maka semangat berjalan pun akan timbul.
Terlihat pemandangan di bawah sangat eksotis. Ditengah perjalanan kami memakan
gula merah yang dibawa robet untuk menambah stamina kami. Kami juga bertemu
kembali hartop yang turun, dan bertanya berapa lama lagi kami bisa sampai
pondokan. Ternyata masih jauh,,
Sampai pada akhirnya kami tiba di
suatu tempat yang tidak biasa, tempat ini tertutup kabut sangat tebal sekali.
Mungkin jarak pandang kami hanya 5-7 meter saja. Kami benar-benar merasa
tercekam, sampai akhirnya kami bertanya pada pendaki lain sampai dimana kita.
Dan merekapun menjawab kita sudah sampai di alas lali jiwo.
Saya mendengar tempat yang paling
menyeramkan selain pasar setan di gunung lawu adalah alas lali jiwo. Mitosnya
tempat ini dijadikan sebagai tempat ngunduh manthu bagi makhluk ghaib dan kalian
tahu manthu yang dimaksud adalah pendaki yang tewas dan hilang di gunung ini.
Cerita ini semakin membuat kami merinding. Tapi kami terlalu lapar dan lelah
untuk memikirkan semua itu, akhirnya kami pun memutuskan untuk beristirahat dan
nestingan di tepat ini. Inilah beberapa ekspresi teman-teman saat tiba di alas
lali jiwo…
Setelah sangat lama sekali kami
melepas lelah disini, kami memulai perjalanan kembali denga sisa-sisa tenaga
kami. Lelah sekali menghadapi gunung ini, kami dipermainkan oleh hujan. Hujan
tiba-tiba turun dan berhenti. Kami terpaksa memakai dan melepas kembali mantel
yang kami bawa. Risih sebenarnya tapi mau bagaimana lagi.. . . satu jam
perjalanan kami dalam selimut Kabut tebal menuju pondokan. Akhirnya pos
persimpangan itu tiba juga. Iya, pos pondokan merupakan pos persimpangan ke arah
arjuno dan welirang. Kalau kita berbelok ke kanan maka kita akan menuju
welirang, sedangkan apabila kita berbelok ke kiri maka arjuno adalah tujuannya.
Dan kami menuju ke arah itu. .
Kami berhenti disini untuk
melepas lelah dan mengisi persediaan air yang mulai habis dari pos kokopan
tadi. Inilah bentuk perjuangan kami selama beberapa jam mengarungi badan gunung
arjuno..
Dari sini masalah mulai muncul.
Awalnya kami ingin mengejar untuk melihat sunrise di puncak tetapi hujan deras
tiba-tiba datang. Kondisi ini memaksa kami untuk berteduh pada sebuah tempat
untuk menyimpan belerang oleh para penambang. Kami merasa kedinginan disini,
setiap nafas kami akan menghasilkan asap yang terlihat jelas. Kami benar-benar
payah disini, bahkan kehangatan api yang kami buat pun sama sekali tidak terasa
disini. Akhirnya kami saling berdekatan untuk menghangatkan tubuh, hanya itu
yang bisa kami lakukan pada kondisi yang tidak memungkinkan seperti itu.
Satu jam lebih kami menunggu
hujann reda, dan akhirnya hujan itu pun pergi. Pukul setengah 7 kami beranjak
dari pos pondokan menuju lembah kijang, tempat yang kami rencanakan untuk ngecamp. Jalan yang kami lalui berbahaya
sekali, disisi kiri terdapat lembah yang lumayan dalam. Sementara kami juga
harus berjuang melawan gelap dengan senter yang kami bawa hanya beberapa. Hanya
butuh waktu 45 menit perjalanan kami dari pondokan menuju lembah kijang. Kami
pun sampai di lembah kijang dan mendirikan tenda disini, setelah mendirikan
tenda kami kembali nesting untuk mengisi kembali energi kami yang sudah terkuras
habis. Dan menu untuk malam ini adalah mie, siomay, pentol, dan lontong. Hmmm yummmyyy…….
Kami pun beristirahat setelah itu. Dingin juga ternyata, cukup untuk membuat
gigi ini berdecak.
Oke, tiba pagi hari di hari
sabtu. Kami bersiap untuk memulai pendakian yang sebenarnya. Puncak terlihat
sangat jelas dari sini, perkiraan kami mungkin hanya 3 jam kami dapat mencapai
ogal-agil. Tapi sekali lagi “nature is never lie”, kami dipermainkan kembali
oleh jalur ini. Sebelumnya kami melewati lembah kijang yang sangat elok…
Lupakan keindahan ini, karena ini
bukan tujuan kami. Kalian bisa menikmati ini, tetapi ketika kalian telah
melewati tempat ini maka bukan hamparan padang rumput hijau yang kalian jumpai,
tetapi bebatuan yang tidak tesusun rapi. Inilah proses kami untuk meraih
ogal-agil. Dalam perjalanan tak jarang kami mengeluh tentang perjalanan ini,
para srikandi pun merasa tidak kuat lagi
untuk mendaki. Tetapi semangat kami dan kenangan kami 1 hari yang lalu
memaksa kami untuk terus berjalan. Kami juga disuguhi pemandangan gagah
penanggungan yang kami daki bersama 17 pendaki ulung hampir dua bulan lalu.
Indah sekali….
Dan inilah dampak dari pemaksaan kaki dan diri
kami..
Kami terkapar lelah, payah, tak
berdaya. Ayu merasa lapar, sementara kami tidak membawa bekal apapun. Hal ini
memaksa Pak Teguh meminta sedikit makanan kepada pendaki lain dari Jepang.
Untunglah orang berkulit putih itu berbaik hati dan bersedia memberikan sedikit
bekalnya kepada kami. Perjalanan kami terbagi menjadi dua tim akhirnya. Yuris,
suci, robet, dan dhani berangkat terlebih dahulu. Sementara saya, pak teguh,
dhores, dan ika menemani ayu dengan kepayahannya. Kami berlima sudah melihat
teman-teman kami berada di puncak ogal-agil, dan kami masih berhenti sejenak
pada makam para pendaki arjuno yang telah tewas oleh keganasan gunung ini..
Setelah mengenang para pendaki
ini kami berlima pun segera melanjutkan perjalanan untuk menyusul teman-teman
kami yang sudah mencapai puncak terlebuh dahulu. Setapak demi setapak
perjalanan kami lalui. Harapan, impian, dan pengorbanan itu pun terbayar lunas
oleh panorama yang disuguhkan ogal-agil. Bebatuan yang berada di puncak ini
baru seminggu lalu kami lihat di internet, dan hari ini kami dapat menginjaknya
secara langsung. Apakah ini mimpi? Tidak kawan-kawan… inilah buktinya…
Dan akhirnya kami dapat
menuliskan nama-nama kami pada sebuah batu yang saya yakin, batu itu tidak akan
pernah jatuh dan selalu tetap di ogal-agil. Batu ini akan menjadi saksi bisu
perjuangan dan pengorbanan kami untuk menggapai mimpi-mimpi kami akan arjuno…
Dan sampai cerita ini saya tulis.
Masih teringat oleh masing-masing dari kami, masih teringat dalam benak kami,
dalam kenangan kami yang nantinya akan kami ceritakan pada teman.saudara, anak
dan cucu kami bahwa kami pernah berada di tempat ini. Berada di negeri diatas
awan, puncak ogal-agil yang selalu
terekam dalam memori kami. Gunung tertinggi ke-4 di Jawa setelah Semeru,
Slamet, dan Raung. Bukan kokopan atau lembah kijang yang menjadi eksotisme
kami. Inlah sebenarnya keyakinan kami, keyakinan yang benar-benar kami yakini
saat berada jauh dibawah sana. Kami telah mencapainya, ya… kami benar-benar
telah mencapainya. Selalu teringat oleh kami “DAMAI ARJUNO DALAM TAKJUB”....:)
vandalisme, lain kali kalau naik gunung.. jangan tinggalkan coretan..
BalasHapuscukup foto atau cerita dalam blog yang jadi saksi bisu kalian..
jangan ubah gunung lewat coretan tangan kalian
STOP VANDALISME BRO !!!
BalasHapusSTOP NYAMPAH !!!
STOP VANDALISME BRO !!!
BalasHapusSTOP NYAMPAH !!!