Rabu, 06 Februari 2013

17 Pendaki Ulung Penakluk Miniatur Puncak Abadi Para Dewa

18-19 Jan 2013

Begitu orang megatakannya. Berlabel sebagai minitatur Mahameru, Gunung Penanggungan mempunyai hamparan permadani yang tidak kalah menawan dengan gunung tertinggi se-Jawa itu. Sebenarnya bukan suatu kesengejaan bagi kami tim ULO untuk mendaki gunung yang mempunyai ketinggian 1600mdpl ini. Bermula dari film yang saat itu menjadi “trending topik world wide” yaitu 5cm yang menampilkan keelokan Ranukumbolo (Surga dari Mahameru), kami pun berkeinginan untuk menuju kesana. Dengan segala persiapan, H-3 minggu kami sudah melist barang bawaan apa saja yang diperlukan untuk dibawa, serta apa saja yang harus ditaati bagi para pendaki. Awalnya berjalan rapi saat kami ber-18 saat itu membuat sebuah rencana perjalanan panjang mendaki Ranukumbolo dalam sebuah angan yang terbesit dari masing-masing impian kami. Sebuah danau yang memancarkan sinar siluet saat sunrise tiba dan memberikan kehangatan bagi dedaunan yang terbasahi oleh embun sebelumnya. Sebuah panoroma takjub yang selalu terlintas saat pertama kali menginjakkan kaki pada jalan setapak waturejeng. Ranukumbolo memberikan sebuah harapan bagi kami untuk menuju kesana. Sampai pada akhirnya pada tengah malam saya mendapat telfon dari Yuris bahwa Ranukumbolo ditutup. Sial bagi kami, setelah merencanakan begitu panjang dan matang ternyata sia-sia. Nisa orang yang paling kecewa saat itu. Dan saya berinisiatif untuk mengalihkan perjalanan kami ke Gunung Penanggungan, yaa….lumayan lah sebagai obat pelipur lara. Tidak banyak yang tertarik untuk mendaki kesana, tetapi karena memang hanya itu salah satu jalur pendakian yang dibuka, dan akhirnya kami bersepakat untuk menuju kesana.
Kami pun pindah haluan untuk sedikit membelokkan rencana kami ke Gunung Penanggungan, persiapan yang dilakukan juga hampir selesai. Hanya menunggu konfirmasi dari pihak yang terkait untuk masalah persewaan peralatan mendaki. Okeee….singkat cerita H-1 sudah tiba. Inilah 17 orang yang akan melakukan pendakian : Yuris, Leo, Julian(Lee), Pak Teguh, Hakam, Wahyu, Dhores, Ayu, Dhani, Chairul(Icung), Erfan (Robet), Suci, Maya, Tara, Nisa, Linggar, dan saya sendiri (Caesar).
Setelah menunaikan ibadah shalat Jum’at, kami bertujuh (saya, yuris, robet, icung, lee, dhores, hakam) berangkat ke PlayGame untuk mengambil peralatan yang sudah kami pesan sebelumnya. Lumayan lah untuk 17 orang terasa sangat berat sekali barang bawaan itu. Setelah itu kami bergegas ke puncak jaya  untuk mengambil tenda. Dan setelah peralatan mendaki terkumpul semua, kami segera mengemas barang yang besok akan dibawa untuk pendakian. Waktunya untuk istirahat… -,-“
Lantunan adzan shubuh membangunkanku untuk segera terperanjak dan mengambil air wudhlu. Semua telah siap tinggal menunggu teman-teman untuk segera berangkat dari kontrakan. Semua berkumpul dan dengan berdoa sebelumnya Tim Ulo pun berangkat. Capcuz…..
Singkat cerita, pada pukul 14.00 kami tiba di Trawas, yaitu jalur pendakian ke Penanggungan. Kami beristirahat sebentar disana untuk sedikit mencairkan suasana dan bercengkerama dengan sesama.

Setelah beberapa menit kami beristirahat, akhirnya dengan diawali doa Tim Ulo pun tracking(istilah bagi para pendaki untuk memulai perjalanan puncak). Awalnya berjalan dengan lancar-lancar saja karena jalur yang ditempuh di awal tidak terlalu menanjak, Penanggungan hanya memberikan salam kecil dari balik awan sana. Tak lama kemudian di tengah perjalanan kami rehat untuk mengisi perut yang tengah keroncongan. Kebetulan dibawah tadi kami membeli makanan untuk bekal perjalanan. Dan inilah suasana romantis saat kami memakan bekal kami, sederhana tapi nikmat sekali.


Hahahaha…. Mesra sekali dua manusia ini. Cukup untuk makan, kami melanjutkan perjalanan kembali. Tidak ada yang begitu sulit bagi kami awalnya, jalur terkesan bukan jalur pendakian tapi hanya jalur setapak yang digunakan penduduk untuk mengangkut kayu bakar yang mereka cari ditengah hutan. Sampai pada akhirnya kami menemui persimpangan yang awalnya membuat kami bingung untuk memilih jalur mana yang akan dilewati, tapi ternyata telah ada petunjuk arah disana. Yuhuu… inilah pendakian sebenarnya dimulai. Belum beberapa menit kami berjalan, tidak sedikit yang mengeluh dan kaget dengan jalur yang ditempuh. Tapi untuk kami yang pernah mendaki sebelumnya, It’s not problem :D . Permasalahannya adalah bagaimana kita dituntut untuk sedikit merendahkan ego kita dan menolong orang yang tidak bisa mengikuti kita. Kami diuji untuk masalah ini. Bayangkan, pendakian dilakukan oleh 17 orang dengan latar belakang dari kami yang berbeda-beda baik dari segi mental maupun fisik. Kami harus bekerjasama sebagai sebuah tim. Dituntut kedewasaan dari kita untuk saling memahami dan mengerti satu sama lain supaya pendakian tetap berjalan dengan lancar. Masalah itu pun tiba, dua teman kami yaitu tara dan nisa tertunduk lesu dan mukanya memerah karena mungkin terlalu capek. Nisa pun mengeluh dia mempunyai penyakit asma. Oh my god ini bukan kondisi yang baik bagi kami, kami pun lupa membawa oksigen untuk P3K. Bagaimana kami harus merawat dua teman kami ini? “Ini baru berjalan beberapa langkah saja mamen”. Lagi-lagi pernyataan itu yang menggeliat dalam pikiran kami. Sesegera mungkin kami tersadar bahwa, di gunung semuanya saudara. Tidak ada yang namanya senior-junior, pernah mendaki-belum pernah mendaki. Akhirnya bersama-sama kami beristirahat dan merawat mereka. So Sweett……


Oke nisa..tara kalian siap???Let’s go.
Kata-kata itu yang selalu kami suarakan untuk selalu menyemangati mereka. Hakam tidak berhenti untuk memberikan “hiburan” kepada kami. Terimakasih kamu telah menemani kesepian kami. Ooowww…. (pongor manja). Hahaha…. Kasihan sekali manusia itu selalu menjadi bahan tertawaan anak-anak. Bukan hanya tara dan nisa yang mempunyai penyakit. Laki-laki dari kami pun mempunyai penyakit, ya sepanjang perjalanan kami terhibur oleh suara gaib yang muncul dari knalpot masing-masing orang. Mungkin untuk masalah “Kentut Award” pemenangnya hanya ada dua, kalau bukan Leo berarti Lee. Suatu saat bumi akan mengalami 3 kali lipat Global Warming gara-gara pembuangan gas dari manusia-manusia seperti kami. Tapi kami selalu beralibi kalau di Gunung tidak ada Rumah Sakit, butuh 5 juta rupiah untuk mengobati apabila tidak dikeluarkan. Mungkin itu alasan terlogis untuk situasi seperti ini. DILARANG PROTES…..!!!!!!!
Tidak terasa perjalanan sudah dilalui sekitar 2 jam. Mendung tebal turun dari arah barat, kelihatannya hujan akan turun. Belum sampai kami berjalan beberapa langkah akhirnya tetesan air muncul dari langit, kami pun bergegas untuk segera memakai mantel yang sudah kami persiapkan sebelumnya. Gerimis itu seolah hanya memberikan sinyal kepada kami untuk berhati-hati saja, karena tak sampai beberapa menit gerimis itu meninggalkan kami. Kami mencopot mantel kami masing-masing dan sesegera mungkin melanjutkan perjalanan karena mengingat langit sudah mulai gelap. Payah sekali bagiku, yuris, dan hakam. Kami bertiga membawa carrier dan tas dari teman kami yang sakit. Memang jalur yang dilalui tidak begitu terjal menurut kami, tetapi dua tas depan-belakang ini membuat kami merasa seperti Sherpa dari Tibet yang membawakan logistic dari pendaki Mount Everest. Agak lebay tapi memang itu kenyataannya. Kami menikmatinya dengan sedikit menengok ke belakang dimana ada dua gunung berjejer dengan gagahnya. Ya, pemandangan Arjuno-Welirang selalu memompa semangat kami untuk segera naik ke atas supaya terlihat lebih jelas lagi.
Dalam perjalanan ke atas yuris merasa kram pada kaki sebelah kanannya, dhores pun dengan sigap segera membawa carrier yang dibawa yuris dan dibawanya ke atas. Kami pun sampai pada pelataran luas yang mengharuskan kami untuk menginap disana. Kami semua mendirikan tenda. Dan ujian itu muncul lagi. Belum selesai kami membangun tenda, hujan deras disertai angin pun tiba. Dengan segera kami memasukkan barang bawaan ke dalam tenda yang sudah berdiri dan kami ikut masuk ke dalamnya. Sembari menunggu hujan reda, para lelaki pun dengan memakai mantel mendirikan tenda yang belum berdiri. Beberapa menit hujan itu turun, dan akhirnya reda juga walaupun masih gerimis. Kami sesegera mungkin untuk memasuki tenda kami masing-masing. Angin yang berhembus di Penanggungan sangat kencang, memaksa kami untuk memakai jaket yang tebal dan menghangatkan diri di tenda sembari ditemani beberapa batang rokok untuk penghangat. Tidak terasa waktu menunjukkan pukul 20.00 saat hujan mulai reda dan menyisakan dedaunan basah. Angin tetap berhembus dengan kencang. Lagi-lagi nisa dan tara mengeluhkan sakitnya. Kamipun merawat teman kami yang sedang payah ini. Setelah semuanya dirasa aman, kami kembali ke tenda masing-masing. Akhirnya kami bisa tertidur pulas dalam kondisi dingin.
Tepat pukul 00.00 terdengar celotehan Madura yang keras saat itu, teman kami dari Madura (yuris dan leo) terbangun dari mimpi basahnya (jangan salah artikan, maksudnya mimpi dalam keadaan basah). Kami pun terbangun semuanya. Dan setelah itu kami mencoba untuk menghangatkan diri dengan nesting dan perapian yang kami buat. Kami memasak mie dan bakso juga menyeduh kopi yang kami bawa dari Surabaya. Hangat sekali rasanya ditemani lagu dari Sheila On 7 “Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan” dan temerang lampu dari bawah, mungkin itu kota Surabaya atau Pasuruan. Kami bercengkerama satu sama lain sembari menikmati masakan yang kami buat. 

Sampai pada akhirnya angin Penanggungan itu berhembus kembali dengan kencangnya memaksa kami untuk kembali ke tenda masing-masing. Lagi-lagi kami tertidur dalam dinginnya angin Penanggungan. Tetapi saat itu tenda menjadi sebuah surga bagi kami karena sedikit memberi kehangatan bagi kami. Mata kami tertutup dengan sendirinya.
Mata kami terbuka dan melihat langit-langit tenda yang basah tertinggal embun tadi malam, kami pun membuka resleting tenda dan melihat eloknya pemandangan dari atas dan bawah. Sedikit mengadahkan leher terlihat puncak Penanggungan yang tertutup kabut tipis. Menurunkan leher tampak pemandangan kota yang terlihat kecil sekali. Kami pun memutuskan untuk mengabadikan momen ini dan lagi-lagi kami memasak guna mengisi tenaga untuk melanjutkan perjalanan ke puncak nanti.
Biilll….Sobiiillllll. Ada orang yang memanggilku. Ternyata tetangga rumahku juga melakukan pendakian tadi malam, mereka sampai di tempat kami pada pukul 01.00. Saya pun menghampiri mereka untuk sedikit berbincang-bincang mengenai perjalanan kemarin. Setelah itu saya bergabung dengan rombongan ULO. Penyakit dari yuris setiap ke gunung selalu muncul. Dia dengan tergopoh-gopoh meminta tisu basah untuk melakukan ritual “panggilan alam”. Bersembunyi di semak-semak rupanya dia sangat menikmati ibadah itu.
Selang beberapa lama kemudian kami memutuskan untuk berangkat ke puncak, tetapi nisa dan tara tinggal dalam tenda untuk menjaga peralatan yang kami jemur karena basah. Selain itu mereka juga harus jaga kondisi untuk turun nanti. Perjalanan ke puncak dilalui tidak terlalu sulit, hamparan pepohonan hijau dan bebatuan menjadi tema perjalanan kami saat itu. Tiba-tiba ditengah perjalanan suci mengalami kram pada kakinya. Si Puskesmas berjalan (pak teguh) pun turun tangan. Beruntung sekali mengajak beliau. Hahaha…. Bukan hanya puskesmas berjalan, beliau juga bengkel berjalan, warung berjalan atau apalah sebutan baginya. Beliau cukup berpengalaman dalam hal ini, pengalaman dari Lawu lebih dari cukup untuk pendakian ini.
Setelah beberapa lama kami mendaki akhirnya puncak pun terlihat. Kami semakin mempercepat langkah supaya segera menaklukkan gunung ini. Beberapa langkah telah dilalui dan akhirnya kami bisa menancapkan asa kami diatas puncak Penanggungan, negeri di atas awan ini mengobati kekecewaan kami atas Ranukumbolo. Semuanya terbayar dengan lunas melihat pemandangan sekitar yang takjub. Sungguh Tuhan menciptakan semuanya dengan segala keindahannya. Kami hanya perlu kaki yang berjalan lebih jauh dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang lebih sering melihat ke atas, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras daripada baja, hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya, serta mulut yang akan selalu berdoa.

Dan inilah kami Pendaki Ulung yang telah menaklukkan Miniatur Puncak Abadi Para Dewa









0 komentar:

Posting Komentar