This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 24 April 2013

Damai Arjuno Dalam Takjub


Hari itu tanggal 28 maret 2013 kami menyelesaikan kuliah terakhir dalam minggu itu. Bayangan ogal-agil selalu memberikan kami semangat untuk segara menaiki gunung terbesar di Pulau Jawa itu. Setelah semua persiapan sudah kami lakukan diantaranya menyewa tenda, matras, slepping bag, carrier,dan sejenisnya kami pun mengumpulkan semuanya di kontrakan yuris. Sekitar pukul 22.00 kami kembali berkumpul di kontrakan untuk melakukan sedikit prepare pendakian yang bisa dikatakan pendakian terberat kami. 3339mdpl bukanlah sesuatu yang mudah.

Kami menghabiskan beberap  bungkus nasi goreng untuk sekedar mengganjal perut yang lapar, meneguk you C 1000 adalah salah satu dooping kami untuk melakukan pendakian. Well, sekitar pukul 01.30 kami berangkat dari Surabaya. Tim ULO yang berangkat adalah saya(Caesar), robet, yuris, dhores, dan Pak Teguh. Sementara tim ULIL yang berangkat adalah Dhani, Ayu, Suci, dan Ika. Dan di tengah perjalanan kami mengalami kendala, ban dari motor pak teguh mengalami kebocoran. Wahhh bochor bochoorr. Kami pun berhenti untuk menambal ban motor pak teguh, sementara ban di tambal, kami mencuri waktu untuk tidur sejenak. Setelah selesai, maka perjalanan pun kami lanjutkan kembali. Sekitar pukul 03.00 kami tiba di pos pendakian Tretes-Pasuruan. Yuris segera mengurus surat perizinan untuk mendaki. Saya dan robet mampir ke warung kopi untuk menyeruput secangkir kopi dan menghisap beberapa batang rokok untuk menghangatkan tubuh. 15 menit kemudian semuanya sudah selesai dan pendakian pun segera dilakukan. Kami melakukan doa terlebih dahulu sebelum memulai tracking. Oke, kami berangkat. . . .

Dalam gelap, senter sangat berfungsi sebagai penunjuk jalan. Jalan yang kami lalui diawal masih belum terlalu sulit, karena jalanan masih tersusun rapi oleh batu makadam. Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, kami pun tiba di pos 1 Pet Bocor. Kami beranggapan perjalanan nanti tidak terlalu sulit karena perjalanan ke Pet Bocor hanya sebentar. Kami pun memutuskan untuk beristirahat sejenak di situ dan mengambil air wudhlu untuk melakukan ibadah shalat shubuh. Lama sekali kami disitu hingga terlelap dalam tidur (karena semalaman kami tidak tidur). Setelah waktu istirahat dirasa cukup, kami pun segera bergegas melanjutkan perjalanan untuk ke pos 2 Kokopan. Lama sekali perjalanan itu tidak sama yang seperti kami bayangkan sebelumnya, ditengah perjalanan kami memutuskan untuk memakan bekal yang kami bawa sebelumnya. Kentang yang dingin itu menjadi sangat nikmat sekali ketika kami nikmati bersama-sama dengan kawan-kawan seperjuangan ditengah gunung. Pada saat seperti inilah kami rindu dengan teman kami tara yang selalu membawa makanan dan minuman lebih dimanapun (bahkan ketika naik gunung sekalipun), dia memang indomaret berjalan. Tetapi kami tidak mau menanggung risiko besar dengan membawanya kemari, kami lebih baik makan seadanya daripada dipaksa untuk menggendong dia saat benar-benar payah. Hahaha…..


15 menit kami berhenti disini, dan setelah dirasa cukup untuk mengisi sedikit tenaga kami segera bergegas memulai perjalanan. Baru kali ini saya tidak merasakan nyeri pada lutut dan kaki saya saat naik, mungkin efek dari “Jalur Setan” Penanggungan yang kami daki bertiga dahulu. Well, kelihatannya dhores sangat kerepotan dengan bom atom yang dia bawa (nanti kalian akan tau jawabannya). Akhirnya saya berinisiatif  untuk membawanya dan menukar kentang yang saya bawa. Sedikit demi sedikit kami berjalan menyusuri jalan makadam, perlahan namun pasti kami melakukannya. Pada pendakian kali ini kami tidak banyak beristirahat. Entah kenapa, mungkin karena teman-teman sudah terbiasa dengan jalan menanjak.

Ditengah perjalanan kami kembali  bertemu dengan pendaki dari ITS yang dahulu menyelamatkan nyawa kami dari dehidrasi di puncak penanggunan part 2 setelah kami barter dengan seplastik kentang. Kami saling bertegur sapa dan salam senyum, ternyata mereka masih menunggu teman-teman mereka yang kembali turun untuk mencari tas yang hilang. Kami  melanjutkan perjalanan menuju kokopan,masih dengan tema “bom atom” sejengkal demi sejengkal perjalanan kami terus naik. Okelah, ini waktunya untuk beristirahat kawan. Kami memutuskan untuk beristirahat. Sembari duduk kami mencoba untuk membuka handphone masing-masing dan mencari sinyal. Damned, bodoh sekali. Ini bukan Surabaya kang. Akhirnya  kami memasukkan handphone kami kembali. Kami melanjutkan perjalanan kembali menuju kokopan yang katanya elok sekali  pemandangannya. Kokopan sering dijadikan sebagai tempat bermalam bagi para pendaki, atau justru hanya sebagai tempat destinasi saja sehingga para pendaki tidak sampai menuju puncak arjuno-welirang tetapi hanya bersinggah disini dan menikmati indahnya pemandangan sunrise. Disini layaknya sudah di puncak. Tapi bagi kami tempat ini masih butuh beberapa jam lagi, kami tidak ingin tergiur dengan kisah kokopan yang elok ini. Kami masih terus berjalan dan berjalan untuk sampai di tempat ini. Kami sampai di pelataran yang lumayan luas. Yesss kokopannn. . .tapi bukan ternyata. Oh my god,,, “kita berhenti disini dulu”. Seru salah seorang dari kami. Dan inilah yang saya maksud dengan bom atom….

Kalian tentu melihat benda apa yang ada tepat di atas kepala saya, tidak sewajarnya carrier 90 liter di isi dengan benda seperti itu. Slepping bag dan selimut pak teguh membuat pundak saya menjadi mati rasa. Hampir 5kg beratnya, dari gunung lawu, penanggungan part 1 dan part 2, dan yang terakhir arjuno benda itu selalu menjadi teman setianya. Yang lebih parah adalah, selalu ada korban yang harus membawakannya. Okelah, demi semangkuk bakso saya terpaksa melakukannya. Ini bukan mendramatisir, tapi kalau kalian menjadi saksi pasti kalian memahami keadaan kami yang tertekan. L

Hahaha…..itu bukan permasalahan yang terlalu besar. Setelah kami cukup lama disini dan mengambil beberapa foto, kami pun segera melanjutkan perjalanan untuk menncapai kokopan. Ditengah perjalanan kami berjumpa dengan yang katanya hartop sedanga naik ke atas untuk membawa barang-barang dari pendaki yang tidak ingin terlalu repot dengan barang bawaan. Mereka bukan pendaki, kataku dalam hati.. perlahan-lahan kami mendengar banyak orang yang tertawa dan bercanda. Kokopan sudah semakin dekat, saya pun berinisiatif untuk berangkat terlebih dahulu untuk memboking tempat yang nyaman untuk kami  nanti nestingan. Saya tiba pertama di kokopan, kelihatan biasa saja ternyata. Tetapi ketika kabut mulai terbuka ternyata banyak pendaki disitu, terdapat juga sumber mata air yang mengalir didalamnya. Pemandangan dibawah sana juga terlihat jelas, tidak heran jika tempat ini dijadikan sebagai destinasi. Teman-teman pun segera mnyusul saya tiba di kokopan, kami pun segera mengeluarkan peralatan masak dan segera memasak perbekalan yang kami bawa. Menu untuk kali  ini adalah mie dan nugget. Akhirnya kami pun berbaur dalam kebersamaan persahabatan. Inilah momen-momen kebahagiaan kami….


Cukup lama kami beristirahat disini. Penyakit yuris muncul kembali, kalian pasti tau itu. Kami pun segera membawakan tisu basah untuknya. Setelah semua kami bersihkan akhirnya kami prepare untuk segera berangkat menuju pos berikutnya yaitu pos 3 pondokan. Perjalanan dari pos ini akan menyita waktu sangat lama sekali. Melihat peta hampir 4 jam perjalanan, harus butuh perjuangan yang ekstra keras lagi. Dalam jalur ini rasa lelah selalu menghinggapi, nyeri di lutut mulai terasa. Tetapi ketika kalian menengok ke belakang, maka semangat berjalan pun akan timbul. Terlihat pemandangan di bawah sangat eksotis. Ditengah perjalanan kami memakan gula merah yang dibawa robet untuk menambah stamina kami. Kami juga bertemu kembali hartop yang turun, dan bertanya berapa lama lagi kami bisa sampai pondokan. Ternyata masih jauh,,

Sampai pada akhirnya kami tiba di suatu tempat yang tidak biasa, tempat ini tertutup kabut sangat tebal sekali. Mungkin jarak pandang kami hanya 5-7 meter saja. Kami benar-benar merasa tercekam, sampai akhirnya kami bertanya pada pendaki lain sampai dimana kita. Dan merekapun menjawab kita sudah sampai di alas lali jiwo.

Saya mendengar tempat yang paling menyeramkan selain pasar setan di gunung lawu adalah alas lali jiwo. Mitosnya tempat ini dijadikan sebagai  tempat ngunduh manthu bagi makhluk ghaib dan kalian tahu manthu yang dimaksud adalah pendaki yang tewas dan hilang di gunung ini. Cerita ini semakin membuat kami merinding. Tapi kami terlalu lapar dan lelah untuk memikirkan semua itu, akhirnya kami pun memutuskan untuk beristirahat dan nestingan di tepat ini. Inilah beberapa ekspresi teman-teman saat tiba di alas lali jiwo…




Setelah sangat lama sekali kami melepas lelah disini, kami memulai perjalanan kembali denga sisa-sisa tenaga kami. Lelah sekali menghadapi gunung ini, kami dipermainkan oleh hujan. Hujan tiba-tiba turun dan berhenti. Kami terpaksa memakai dan melepas kembali mantel yang kami bawa. Risih sebenarnya tapi mau bagaimana lagi.. . . satu jam perjalanan kami dalam selimut Kabut tebal menuju pondokan. Akhirnya pos persimpangan itu tiba juga. Iya, pos pondokan merupakan pos persimpangan ke arah arjuno dan welirang. Kalau kita berbelok ke kanan maka kita akan menuju welirang, sedangkan apabila kita berbelok ke kiri maka arjuno adalah tujuannya. Dan kami menuju ke arah itu. .

Kami berhenti disini untuk melepas lelah dan mengisi persediaan air yang mulai habis dari pos kokopan tadi. Inilah bentuk perjuangan kami selama beberapa jam mengarungi badan gunung arjuno..



Dari sini masalah mulai muncul. Awalnya kami ingin mengejar untuk melihat sunrise di puncak tetapi hujan deras tiba-tiba datang. Kondisi ini memaksa kami untuk berteduh pada sebuah tempat untuk menyimpan belerang oleh para penambang. Kami merasa kedinginan disini, setiap nafas kami akan menghasilkan asap yang terlihat jelas. Kami benar-benar payah disini, bahkan kehangatan api yang kami buat pun sama sekali tidak terasa disini. Akhirnya kami saling berdekatan untuk menghangatkan tubuh, hanya itu yang bisa kami lakukan pada kondisi yang tidak memungkinkan seperti itu.

Satu jam lebih kami menunggu hujann reda, dan akhirnya hujan itu pun pergi. Pukul setengah 7 kami beranjak dari pos pondokan menuju lembah kijang, tempat yang kami rencanakan untuk ngecamp. Jalan yang kami lalui berbahaya sekali, disisi kiri terdapat lembah yang lumayan dalam. Sementara kami juga harus berjuang melawan gelap dengan senter yang kami bawa hanya beberapa. Hanya butuh waktu 45 menit perjalanan kami dari pondokan menuju lembah kijang. Kami pun sampai di lembah kijang dan mendirikan tenda disini, setelah mendirikan tenda kami kembali nesting untuk mengisi kembali energi kami yang sudah terkuras habis. Dan menu untuk malam ini adalah mie, siomay, pentol, dan lontong. Hmmm yummmyyy……. Kami pun beristirahat setelah itu. Dingin juga ternyata, cukup untuk membuat gigi ini berdecak.


Oke, tiba pagi hari di hari sabtu. Kami bersiap untuk memulai pendakian yang sebenarnya. Puncak terlihat sangat jelas dari sini, perkiraan kami mungkin hanya 3 jam kami dapat mencapai ogal-agil. Tapi sekali lagi “nature is never lie”, kami dipermainkan kembali oleh jalur ini. Sebelumnya kami melewati lembah kijang yang sangat elok…




Lupakan keindahan ini, karena ini bukan tujuan kami. Kalian bisa menikmati ini, tetapi ketika kalian telah melewati tempat ini maka bukan hamparan padang rumput hijau yang kalian jumpai, tetapi bebatuan yang tidak tesusun rapi. Inilah proses kami untuk meraih ogal-agil. Dalam perjalanan tak jarang kami mengeluh tentang perjalanan ini, para srikandi pun merasa tidak kuat lagi  untuk mendaki. Tetapi semangat kami dan kenangan kami 1 hari yang lalu memaksa kami untuk terus berjalan. Kami juga disuguhi pemandangan gagah penanggungan yang kami daki bersama 17 pendaki ulung hampir dua bulan lalu. Indah sekali….


 Dan inilah dampak dari pemaksaan kaki dan diri kami..




Kami terkapar lelah, payah, tak berdaya. Ayu merasa lapar, sementara kami tidak membawa bekal apapun. Hal ini memaksa Pak Teguh meminta sedikit makanan kepada pendaki lain dari Jepang. Untunglah orang berkulit putih itu berbaik hati dan bersedia memberikan sedikit bekalnya kepada kami. Perjalanan kami terbagi menjadi dua tim akhirnya. Yuris, suci, robet, dan dhani berangkat terlebih dahulu. Sementara saya, pak teguh, dhores, dan ika menemani ayu dengan kepayahannya. Kami berlima sudah melihat teman-teman kami berada di puncak ogal-agil, dan kami masih berhenti sejenak pada makam para pendaki arjuno yang telah tewas oleh keganasan gunung ini..

Setelah mengenang para pendaki ini kami berlima pun segera melanjutkan perjalanan untuk menyusul teman-teman kami yang sudah mencapai puncak terlebuh dahulu. Setapak demi setapak perjalanan kami lalui. Harapan, impian, dan pengorbanan itu pun terbayar lunas oleh panorama yang disuguhkan ogal-agil. Bebatuan yang berada di puncak ini baru seminggu lalu kami lihat di internet, dan hari ini kami dapat menginjaknya secara langsung. Apakah ini mimpi? Tidak kawan-kawan… inilah  buktinya…





Dan akhirnya kami dapat menuliskan nama-nama kami pada sebuah batu yang saya yakin, batu itu tidak akan pernah jatuh dan selalu tetap di ogal-agil. Batu ini akan menjadi saksi bisu perjuangan dan pengorbanan kami untuk menggapai mimpi-mimpi kami akan arjuno…

Dan sampai cerita ini saya tulis. Masih teringat oleh masing-masing dari kami, masih teringat dalam benak kami, dalam kenangan kami yang nantinya akan kami ceritakan pada teman.saudara, anak dan cucu kami bahwa kami pernah berada di tempat ini. Berada di negeri diatas awan, puncak ogal-agil  yang selalu terekam dalam memori kami. Gunung tertinggi ke-4 di Jawa setelah Semeru, Slamet, dan Raung. Bukan kokopan atau lembah kijang yang menjadi eksotisme kami. Inlah sebenarnya keyakinan kami, keyakinan yang benar-benar kami yakini saat berada jauh dibawah sana. Kami telah mencapainya, ya… kami benar-benar telah mencapainya. Selalu teringat oleh kami “DAMAI ARJUNO DALAM TAKJUB”....:)








Jumat, 01 Maret 2013

Something About Baluran

23-24 Feb 2013


Ini cerita tentang Baluran (Africa Van Java). Taman Nasional Baluran berada di kabupaten Situbondo, arah mau ke pelabuhan ketapang. Jarak dari surabaya sekitar 7 jam. Taman Nasional Baluran ini merupakan taman savana terbesar di Indonesia. Didalamnya terdapat fauna dan flora yang dilindungi, diantaranya banteng, kijang, merak, kupu-kupu dan banyak lainnya....
Saya merencanakan ke baluran sudah sebulan sebelum pemberangkatan bersama temen SMA yaitu N3 namanya. Kami kesana naek 3 mobil, Avanza, Xenia dan Yaris dengan amunisi 19 orang. Avanza berisi Daniel, Alvian, Vina, Fina, Nomo dan Leo. Xenia is Jaka,Aku,Tara,Ika,Linggar,Dani,Suci dan Nisa. Yaris berisi Anis,N3,Haunan,Ika dan Vivin...
Kami berangkat dari surabaya jam 00.01 Wib, Avanza berangkat dari kontrakannya N3 di ngagel, Xenia berangkat dari Kontrakanku sedangkan Yaris berangkat dari malang (ketemu di Bangil). Perjalananpun mau dimulai, tetapi musibah menimpaku. Dompetku hilang entah kemana. Akupun So sad lah. Perjalanan harus dilanjut, idak boleh gagal karena kelalaianku.. Go Go gogogo
Malam itu sungguh ramai jalan raya, semua adu skill untuk saling xusul. nyampek Bangil, kita ketemuan sama Anis. setelah ketemu, mobil 3pun meluncur dengan para sopirnya. tak sampai 1jam kemudian, ada bus yang masuk jurang di kota pasuruan. OOooo My gooodddd.. kasian sekalii
kamipun tetap melanjutkan perjalanan dengan hati-hati asalkan selamat sampai tujuan. Diperjalanan kami disuguhkan pemandangan yang begitu menawan dari PLTU Paiton.. semua terpaku melihat keindahan lampunya, kecuali siNisa dan siSuci coz tidur,,hahahaha

PLTU PAITON
Tak lama kemudian, kami memutuskan untuk istirahat dan shalat subuh di pom bensin utama raya, paiton. Ada yang beli kopi, ada yang istirahat tidur terutama kernet ma sopirnya, ada yang ngerumpi.. Cuaca saat itu gerimis manja. Jam 05.00 Wib kami melanjutkan perjalanan kembali, masih kurang 3 jam lagi untuk sampai ke Baluran. Perjalanan kami tersendat-sendat karena banyak yang kebelet kencing, terutama cewek2nya..
Tepat jam 08.30 wib akhirnya kami sampai di pos utama Taman Nasional Baluran. Saya dan N3 membelikan tiket buat anak2, tiketnya lhoe murah Rp2.500,00 per anak dan mobil Rp6.000,00

Pos Utama
Perjalanan dari pos utama ke taman savana (bekol) memakan waktu 1 jam. diperjalanan kita disungguhkan berbagai macam pohon dan fauna. Monyet,kupu-kupu dan aneka burung yang sedang berkicau seakan menyapa kedatangan kami. Rumput yang bergoyang dan angin yang sepoi-sepoi seakan melupakan kepenatan kami di kota pahlawan.Di jalur ini ada nama jalan yang namanya Ever Green maksutnya jalan sepanjang 1km ini selalu hijau meskipun musim kemarau tiba.

Ever Green
tak lama kemudian, kamipun sampai dibekol (Taman Savana Bluran). Pemandangannya sumpah keren poullll




Tidak hanya Bekol yang menawan disini, tapi ada satu lagi Yaitu pantai Bama (30 menit dari bekol). Pantai tanpa Ombak,,hahahaha






Masalah makanan disini lumayan terjangkau, berkisar Rp10.000,00 segala jenis makanan yaitu soto,nasgor,rawon dll...
Bingung penginapan???
penginapan disini lumayan banyak, dipantai bama ada, dibekol ada, dan kalu pengen gratis di pos utama baluran (gak usah bayar)...
Penginapan kami ada dibekol soalnya di bama sudah Full, kalu mau kesini mending boking terlebih dahulu. 
Penginapan ini diisi 19 orang, 1 rumah 400 ribu untuk 4 orang sisanya kenak cas 15ribu per kepala,,,




Sesuatu Di Baluran










Selasa, 19 Februari 2013

Anggota Ulo & Ulil Team

Kami Ada Karena Panggilan Alam
"Nature Is Never Lie"

1. Hario Caesar Nurwalian Salsabiel
Puncak Penanggungan

2. Yurista Pradana
Puncak Lawu

3. Dhores Wahyu Widawan
Suramadu - Madura

4. Chairul Setiawan
Gowes - Surabaya
5. Erfan Dwi Rendra Nugraha
Jogjakarta

6. Julian Maranthika
Tawangmangu



7. Ikayanti
Tugu Pahlawan

8. Septyas Virgi Ardhani
Papuma Beach

9. Aizalia Tara Feruatie Taufik
Wapo - Ultah

10. Anisha Sha
HOS